A. Allah
Melakukan dua kali Penciptaan Alam Semesta?
Beberapa
teolog mengemukakan pendapatnya bahwa dalam Kejadian pasal 1-2 telah terjadi
dua kali penciptaan. Kejadian 2 sama sekali tidak menyajikan kisah tentang
penciptaan, tetapi menunjukkan penyelesaian karya penciptaan Allah yang
dikemukakan dalam pasal 1. Tiga ayat pertama dari pasal 2 hanya berisi akhir
yang final dan logis dari cerita mengenai pasal 1, dengan memakai kosakata dan
gaya yang sama seperti yang digunakan dalam pasal sebelumnya itu. Bagian ini
menceritakan akhir dari seluruh karya penciptaan yang pertama dan pengudusan
khusus yang dibuat pada hari ketujuh sebgai simbol dan peringatan tentang karua
cipta Allah. Kemudian ayat 4 merangkum seluruh rangkaian yang baru saja
ditinjau dengan perkataan, demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu
diciptakan. Setelah menyelesaikan tinjauan menyeluruh tentang pokok tersebut,
sang penulis kemudian mengembangkan secara rinci satu aspek penting yang telah
disebutkan; yakni penciptaan manusia.
Kenneth Kitchen
mengatakan:
“Kejadian
1 menyebutkan penciptaan manusia sebgai hal terakhir dari suatu rangkaian, dan
tanpa rincian apapun; sementara dalam kejadian 2 manusia menjadi pusat
perhatian dan tentang dia dan latar belakangnya diberikan yang lebih spesifik.
Kegagalan untuk mengenali sifat komplementer dari perbedaan persoalan pokok
antara sebuat skema garis besar atas seluruh penciptaan di satu sisi, dengan
konsentrasi rinci pada menusia dan lingkungannya yang nyata di sisi lain,
adalah mirip dengan penggelapan informasi.”[1]
Ketika
kita menyelidik bagian selebihnya dari Kejadian 2, kita mengetahui bahwa bagian
itu menggambarkan tempat ideal yang disiapkan Allah bagi Adam dan Hawa untuk
memulai kehidupan mereka, dengan hidup dalam persekutuan kasih denganNya
sebagai anak-anak yang taat dan mau mendengar. Ay 5-6 menggambarkan keadaan
mula-mula dari bumi atau darat di kawasan Taman Eden pada umumnya sebelum
menjadi hijau bersemi karena sistem pengairan yang disediakan Tuhan. Ay. 7
memperkenalkan Adam sebagai penghuni yang baru saja diciptakan untuk menemnpati
Eden. Ay. 8 mencatat bagaimana dia ditempatkan di sana untuk bisa mengamati dan
menikmati keindahan dan kekayaan dari tempat di sekelilingnya. Ay. 9-14
menggambarkan berbagai jenis tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang subur didukung
oleh air sungai yang melimpah yang mengalir dari Eden ke kawasan-kawasan lebih
rendah yang ada diluar batas-batas taman itu. Ay. 15 menunjukkan kegiatan yang
menarik dimana Adam ditetapkan sebagai pemelihara dan pengawas dari cagar alam
yang luar biasa ini.
Dari
pengamatan terhadap lima belas ayat pertama dari pasal 2, menjadi sangat jelas
bahwa bagian ini tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sebuah kisah penciptaan
yang baru. Bahkan binatang-binatang pun tidak disebut sampai Adam diberi tugas
untuk mengamati semua binatang secara teliti agar bisa memberi nama yang cocok
untuk masing-masing spesies. Susunan atau struktur dari kejadian 2 sangat
berbeda dengan setiap kisah penciptaan yang dikenal oleh studi perbandingan
sastra. Pasal ini sama sekali tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sebuah
kisah tentang penciptaan manusia sebgai anak Allah yang dibentuk sesuai
gambarNya, dihembusi nafas kehidupanNya dan dibawa ke dalam hubungan pribadi
yang akrab dengan Tuhan sendiri. Karena itu sangat jelas bahwa Kejadian 1
adalah satu-satunya kisah penciptaan yang terdapat dalam Alkitab dan bahwa
Kejadian 1 sudah dianggap sebagai latar belakang dari Kejadian 2.
B.
Satu Pasang atau Tujuh Pasang?
Kejadian
6:19 mengisahkan tentang perintah Allah kepada Nuh, supaya dibawanya satu pasang dari setiap makhluk hidup. Tetapi dalam Kej.
7:2-3, Allah berfirman supaya dibawanya tujuh pasang dari setiap jenis
binatang.
Kelihatan
aneh jika soal ini perlu dipermasalahkan, sebab alasan untuk memakai angkah
tujuh pasang bintang yang tidak haram adalah sangat jelas: binatang-binatang
itu akan dipakai sebagai kurban bakaran setelah air bah surut (sebagaimana
memang demikian dalam Kejadian 8:20), jelas bahwa andaikata binatang tidak
haram yang diselamatkan tidak lebih dari dua ekor untuk masing-masing spesies
maka tentu hewan itu sudah punah karena dipakai sebagai kurban di atas mazbah.
Tetapi untuk kasus binatang dan burung yang haram satu pasang sudah cukup,
sebab hewan-hewan ini tidak akan diperlukan untuk kurban sembelihan.
C. Apakah peristiwa Air Bah (Kej. 7-8)
menimpa seluruh dunia?
Catatan Alkitab
dalam Kejadian 7-8 tidak menceritakan bahwa penggenangan itu terjadi secara
lokal hanya sebatas Lembah Mesopotamia, tetapi bahwa tingkat permukaan air
melebihi puncak dari gunung-gunung yang tertinggi.
Kata menghapuskan (maha; menghancurkan). Kata kerja ini
menunjuk kepada suatu gerakan yang menghapuskan atau memusnahkan secata
meyeluruh. Tindakan ini dirancang untuk menghancurkan setiap makhluk hidup yang
menghalangi. Penghancuran menyeluruh akan dilaksanakan. Tidak ada yang akan
dikecualikan.[2]
Air bah (17-22) (mabbul). Kata ini tidak memiliki
etimologi ibrani, dan hanya dipakai untuk menunjuk kepada air bah pada zaman
Nuh ini saja. Mungkin berasal dari kata Asiria nabalu, “menghancurkan”. Menurut
penulis Kitab Kejadian, jelas Allah bertujuan memusnahkan semua makhluk hidup
yang telah Ia ciptakan.[3]
Pengetahuan
paling dasar tentang hukum alam membawa pada pendapat bahwa air akan menentukan
sendiri permukaan. Persoalan bukti geologis sangat sering diperdebatkan oleh
para ahli geologi, yaitu berdasarkan pendapat mereka tentang validitas dari
catatan Alkitab. Para ahli geologi Kristen menganggap peristiwa air bah telah
memicu terjadinya gangguan-gangguan seismik besar yang terbukti pada berbagai
bagian bumi di lapisan-lapisan yang berasal dari zaman seniozoikum. Bukti-bukti
paling penting tentang keganasan dari peristiwa air bah yang melanda seluruh
bumi ini ditemukan dari fakta melimpahnya binatang-binatang zaman Modern atau
zaman pleistosen dimana tulang-tulang mereka ditemukan dalam keadaan terpisah
pada beberapa celah sempit berisi belulang yang telah digali di berbagai lokasi
di Eropa dan Amerika Utara. Rhewingkel menunjukkan bahwa celah-celah sempit ini
bahkan ditemukan di bukit-bukit cukup tinggi dan tersebar dimana-mana pada
kedalaman antara 140 kaki sampai 300 kaki. Karena tidak ada kerangka yang
lengkap, maka tidak keliru untuk menyimpulkan bahwa tidak satu pun dari
binatang-binatang ini masuk dalam celah-celah tersebut dalam keadaan hidup,
juga binatang itu buka terbawa ke sana oleh arus. Celah-celah itu seperti itu
telah ditemukan di Odessa dekat Laut hitam, di pulau Kythera di lepas pantai
Peloponnesus, di pulau Malta, dll (1876).[4]
Bukti
geologis itu sungguh penting dan berpengaruh, kendatipun jarang disebut oleh
ilmuwan-ilmuwan yang menolak keakuratan dari Alkitab. Ini adalah jenis bukti
yang pasti bahwa sebuah peristiwa yang singkat namun hebat seperti itu terjadi
dalam rentang satu tahun. Selama periode waktu yang singkat seperti itu hanya
sedikit sedimentasi yang terbentuk. Satu aspek penting dari kisah Alkitab
membuat kisah ini berbeda dengan semua kisah lain tentang air bah yang dapat
ditemukan di antara bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa memberi sebutan
tersendiri untuk Nuh yang menceritakan bagaimana tokoh yang tidak turut binasa
ini selamat dari kebinasaan karena banjir yang melanda seluruh bumi dan
kemudian dihadapkan pada tugas untuk beranak cucu mendiami bumi yang telah
rusak sesudah airnya surut. Namun, dari semua cerita ini hanya catatan Kitab
Kejadian yang menunjukkan kepastian tentang catatan peristiwa atau catatan pelayaran
termasuk tanggal permulaan terjadinya air bah atau banjir besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar