MANUSIA ADALAH GAMBAR DAN RUPA ALLAH
BAB I
PENDAHULUAN
Doktrin yang mempelajari manusia merupakan salah satu
bagian dari teologi sistematik. Dimana doktrin ini membahas secara lengkap
tentang manusia dalam hubungannya dengan pencipta dan alam semesta. Alkitab
memberi dua catatan tentang penciptaan manusia, pertama dalam Kej. 1:26-27 dan
yang kedua dalam Kej. 2:7, 21-23. Para higher
Criticism berpendapat bahwa terdapat dua kali penciptaan manusia. Namun
sebenarnya tidaklah demikian: Kej. 1 mengisahkan penciptaan manusia dan Kej. 2
memperjelasnya.
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya.
Bagian lain dari Alkitab yang relevan dengan pengajaran ini adalah dalam Kej.
5:1,3 yang memuat tentang penularan gambar (citra) Adam kepada keturunannya; Allah
menciptakan manusia dengan begitu rupa, segambar
dan serupa dengan Dia, itulah sebabnya manusia adalah ciptaan yang berbeda
dengan ciptaan lainnya. Pengertian gambar dan rupa Allah ditafsirkan beragam
oleh para teolog-teolog. Kita akan melihat dalam bab selanjutnya bagaimana
pandangan-pandangan mengenai penertian manusia dicipta menurut gambar dan rupa
Allah.
BAB II
MANUSIA SEBAGAI GAMBAR DAN RUPA ALLAH
DALAM BERBAGAI PANDANGAN
Doktrin tentang gambar dan rupa Allah dalam diri manusia
sangat penting dalam teologi, sebab gambar dan rupa Allah ini adalah suatu kualitas
yang menjadikan manusia istimewa dalam hubungannya dengan Allah. Kenyataaan
bahwa manusia adalah gambar dan rupa Allah menjadikan manusia berbeda dengan
binatang dan dengan semua makhluk lain. Banyak yang sudah ditulis orang untuk
menjelaskan apa sebenarnya yang dimaksudkan bahwa manusia itu diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah. Berikut adalah konsep-konsep tentang gambar dan
rupa Allah dalam diri manusia.
2.1. Pandangan
Katolik
Katolik membedakan gambar dan rupa. Gambar adalah gambar
alamiah milik manusia sebagai makhluk yang dciptakan termasuk di dalamnya ialah
kerohanian, kebebasan, dan kekekalan. Rupa adalah gambar moral yang bukan milik
manusia pada saat ia diciptakan tetapi yang pada mula sekali ditambahkan dengan
cepat pada manusia. Penambahan ini perlu karena kecenderungan wajar pada
keinginan yang lebih rendah walau hal itu bukannya dosa. Pada waktu manusia
berdosa, ia kehilangan rupa Allah tetapi tetap memiliki gambar. Sebab itu
kebenaran semula yang telah hilang dapat diperoleh melalui sakramen-sakramen
katolik.
2.2. Pandangan
Neo-Ortodoks
Karl Barth yang sering disebut-sebut sebagai bapak
neo-ortodoksi mengungkapkan pemahamannya bahwa gambar dan rupa Allah tidak
terdapat di dalam intelek atau rasio seseorang. Barth menolak untuk menempatkan
gambar Allah di dalam setiap bentuk deskripsi antropologis keberadaan manusia,
baik itu strukturnya, wataknya, kapasitasnya dll.[1]
Meskipun para teolog sebelumnya meluangkan banyak waktu secara tepat,
struktur-struktur dan kualitas manusia yang di dalmnya gambar Allah berdiam,
menurut Karl Barth mereka semua melakukan kesalahan dengan mencarinya di sana.
Fakta bahwa kita diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa
Allah memberikan karunia kepada manusia yang dengannya laku-laki dan perempuan
mempunyai kemungkinan untuk mengalamai perjumpaan. Maka hubungan perjumpaan ini
sebagai gambar Allah karena hubungan perjumpaan yang sama juga terjadi di
antara Allah dan manusia.[2]
Allah merupakan keberadaan yang menjumpai kita dan masuk ke dalam hubungan
aku-kamu dengan kita. Bahwa manusia diciptakan dengan kapasitas untuk memiliki
hubungan yang serupa dengan sesamanya, menunjukkan bahwa ia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah. Dalam keseluruhan pandangan Barth kita perlu
mengkritiknya karena mereproduksi data Alkitab secara tidak memadai, ia
mengatakan bahwa gambar Allah murni bersifat relasional dan oleh karenanya
murni bersifat berformal: kapasitas untuk berjumpa dan bertemu.
Dari antara penulis neo-ortodoks, konsep Brunner agak
mirip dengan pandangan Katolik. Brunner berpendapat, ada gambar yang resmi yang
tak dapat hilang pada waktu kejatuhan Adam, karena gambar menjadikan manusia
sebagai manusia. Brunner juga melihat sebuah gambar yang bersifat materi yang
telah hilang pada waktu kejatuhan. Brunner
mengatakan bahwa gambar Allah pertama-tama terletak dalam hubungan manusia
dengan Allah, tanggungjawabnya kapada Allah dan kemungkinan adanya persekutuan
dengan Allah. Pemahamannya adalah: “Allah yang berkehendak untuk memuliakan
diriNya sendiri, menghendaki manusia menjadi makhluk yang menaggapi panggilan
kasihNya dengan tanggapan kasih yang penuh syukur.[3]”
2.3. Pandangan
Rasionalis
Menurut pandangan Socinian dan sebagian Arminian,
mula-mula gambar dan rupa Allah berada dalam kuasa manusia atas makhluk yang
lebih rendah saja dan tidak lebih. Anababtis berpendapat bahwa manusia pertama
sebagi manusia duniawi yang terbatas belumlah merupakan gambar dan rupa Allah
tetapi hanya dapat menjadi demikian melalui kelahran kembali. Pelagian,
sebagian besar Armenian, dan seluruh kaum rasional dengan berbagai variasinya
menganggap gambar dan rupa Allah hanya berada dalam kepribadian bebas manusia,
dalam karakter rasionalnya, dalam disposisi etika-religius dan nasibnya untuk
hidup dalam persekutuan dengan Allah. Semua penganut rasionalis percaya bahwa
kebenaran yang diciptakan bersamaan dan kesucian saling berkontradiksi.
Manusia menentukan karakternya melalui pemilihan bebasnya
sendiri; sedangkan kesucian hanya dapat dihasilkan dari suatu kemenangan atas
pergumulan melawan kejahatan. Jadi berdasarkan keadaan naturenya Adam tentunya
tidak mungkin diciptakan dala keadaan suci,
dan manusia diciptakan sebagai makhluk yang dapat mati.
Dengan mengikuti ajaran Aristoteles, beberapa teolog
mengidentifikasi bahwa kemampuan manusia untuk berpikir dan berargumentasi
adalah cerminan penting dari gambar Allah. Martin Luther melihat hal ini hanya
sebagai variasi atas apa yang telah ia katakan tentang otonom pribadi.
Teolog liberal menekankan bahwa, karena manusia
merupakan makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah, berarti hidup manusia
itu suci sehingga kita bisa melakukan apa yang harus dilakukan di bumi dan
untuk bumi. Para teolog itu menganggapnya sebagai konsep "hubungan".
Dengan kata lain, karena seseorang memiliki kapasitas untuk mengasihi orang
lain, maka ia pasti memiliki gambar Allah dalam dirinya. Walaupun hal ini
sangat benar, Martin Luther menganggap argumentasi seperti ini kurang kuat
isinya, karena menurutnya "Imago Dei" melukiskan lebih dari sekadar
apakah seseorang mengasihi sesamanya atau tidak!
BAB III
PENGERTIAN
GAMBAR DAN RUPA ALLAH MENURUT ALKITAB
Keistimewaan manusia terhadap ciptaan lainnya meliputi
segala aspek, baik akal budi, perasaan, pikiran, pertimbangan, fisik, termasuk
esensi manusia itu sendiri, yakni sebagai gambar dan rupa Allah. Pernyataan ini
memberi pengertian bahwa manusia itu berhubungan erat dengan Allah sendiri. Sebagaimana
kita tahu bahwa penyataan ini membuat banyak orang berusaha melakukan
pendekatan-pendekatan untuk mencapai pengertian yang sempurna dan dapat
diterima oleh orang lain. Dampaknya adalah lahir tafsiran-tafsiran yang kurang
bahkan tidak Alkitabiah. Sekarang mari kita lihat Alkitab berbicara tentang
manusia sebagai gambar dan rupa Allah.
3.1. Etimologi Gambar
dan Rupa Allah
Ketika Allah menciptakan ciptaan lainnya, Allah
menciptakannya menurut jenisnnya artinya setiap jenis berasal dari jenisnya.
Penciptaan ini jelas berbeda dengan penciptaan manusia, yang diciptakan menurut
gambar
dan rupa Allah.
Tselem
Kata gambar adalah tselem
(Ibrani), image (Inggris), dan morphe
(Yunani), yang berarti gambar yang dihias, suatu bentuk/figure
yang representatif.
Arti suatu gambar memiliki bentuk atau pola tertentu. Hal ini bisa
mengakibatkan kita cenderung berpikir ada bentuk fisik Allah. Istilah tselem
memang lebih mudah dimengerti dengan bentuk materi-materi.
Demuth
Sedangkan kata rupa adalah demuth (Ibrani), likeness (Inggris),
schema (Yunani) yang mengacu pada arti
kesamaan tapi lebih bersifat abstrak atau ideal -
Dalam PB, kata
yang mirip untuk itu adalah eikon dan homoiosis. Pengertiannya
mirip dengan bentuk, dalam arti sesuatu yang modelnya harus seperti bentuk yang
pertama. Berarti hidup ini harus sesuai dengan bentuk ukuran standart.
Kata gambar dan
rupa dipakai secara bersinonim dan dipakai saling bergantian dan dengan
demikian tidak mununjukkan dua hal yang berbeda. Kata “gambar” tidak mengacu
pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan pada kenyataan bahwa Allah
menciptakan manusia sebagai rekanNya dan bahwa manusia dapat hidup bersama
dengan Allah. Ini menentang penafsir yang terpusat pada kebolehan manusia,
yaitu sesuatu di dalam diri manusia yang menurut penafsirnya dapat disamakan
dengan gambar dan rupa Allah. Jadi, gambar Allah buka sesuatu yang dimiliki
manusia atau sesuatu kemampuan untuk menjadi melainkan suatu hubungan Allah
dengan manusia sebagai mitra kerja atau wakil Allah di bumi.
3.2.
Manusia Sebagai Gambar dan Rupa Allah Pra-Dosa
Kita mencari sebuah identitas di dalam lubuk hati
kita yang dalam. Setiap kita dibentuk dengan keinginan untuk mengetahui
siapakah kita, yang sering dinyatakan sebagai “menemukan diri sendiri.” Orang-orang
Kristen menemukan jawabannya di dalam dua kitab pertama dari Alkitab - kita mirip dengan Allah karena kita
diciptakan oleh Dia. Kita berbeda dengan segala sesuatu yang lain yang
diciptakan Allah, karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Diciptakan menurut gambar dan rupa Allah berbeda daripada yang lainnya di
seluruh alam semesta, bahkan malaikat pun tidak sunik kita. Para teolog
memperdebatkan makna sesungguhnya dari
menjadi gambar dan rupa Allah, memiliki dan menunjukkan sebagian sifat-sifat
Allah. Allah menggunakan diriNya sendiri sebagai pola pada saat menciptakan
kita. Manusia adalah puncak karya terindah dari kreativitas seni Allah.
Kebanyakan teolog percaya bahwa gambar Allah
menrupakan gabungan dari cirri-ciri khas dan bukan sebuah sifat tunggal. Karena
berbagai cirri khas tersebut adalah sungguh-sungguh gambar Allah, maka
cirri-ciri tersebut juga menggambarkan Allah. Gambar tersebut ditemukan di
dalam hakikat kerohanian kita, kepribadian kita dengan kesadaran diri, akal
budi, kehendak dan pertanggungjawaban moral kita. Seperti ditunjukkan pada
Kejadian 1, kita juga menerapkan kukuasaan atau otoritas terhadapa seluruh
ciptaaan lainnya sebagai hasil dari gambar Allah yang berkuasa.
3.3.
Manusia Sebagai Gambar dan Rupa Allah Pasca- Dosa
Kita masih bisa belajar lebih lagi tentang manusia adalah gambar dan rupa
Allah. Tidak secara kebetulan, gambar Allah adalah "sangat penting"
untuk memperbaiki pribadi. Inilah yang memberikan diri manusia sebuah otonomi
-- keberadaan yang terpisah. Martin Luther percaya bahwa diciptakan dalam rupa
Allah berarti memiliki "kebebasan untuk memilih untuk taat" pada
kehendak Allah. Sebaliknya, umat manusia telah menyalahgunakan kebebasan ini.
Demikianlah dosa dan kejatuhan manusia masuk ke dalam gambar ini.
Apakah kejatuhan manusia melepaskan rupa Allah dari kita? Hal itu bisa
terjadi, tapi orang lain tidak percaya. Menurut Martin Luther, dosa telah
menyelubungi atau "menutup" gambar ini. Tidak peduli betapa besar
kenajisan karena dosa, kita tidak akan kehilangan gambar ini. Proses regenerasi
atau kelahiran baru mengembalikan gambar tersebut ke tempat yang tepat dalam
inti suatu pribadi. Mungkin ini hanyalah masalah semantik, tapi gambar ini
memberikan pengertian yang lebih jelas tentang "Imago Dei" daripada
pemikiran tentang kejatuhan manusia yang sama sekali tidak ada dalam gambar
ini.
Gambar Allah di dalam kita yang sekarang ini bukanlah gambar yang dahulu
ada pada saat penciptaan. Gambar ini telah dirusak dan terdistorsi oleh
kejatuhan; tetapi tidak hilang atau hilang sama sekali. Kejatuhan memang
berdampak kehancuran total umat manusia (Kej. 3:1-19; Rm. 3:23). Ini tidak
berarti kita boleh berbuat sejahat-jahatnya yang kita inginkan, tetapi bahwa
setiap aspek keberadaan kita telah dipengaruhi oleh kejatuhan itu. Disa telah
merusak setiap bagian manusia termasuk gambar Allah tersebut. Bagaimanapun,
Allah membalik kerusakan itu. Tujuan dan proses penebusanNya adalah untuk
membarui gambarNya di dalam diri manusia menuju refleksi aslinya. Seetelah
keselamatan, kita bertumbuh secara rohani menjadi lebih menyerupai Kristus.
Karena Kristus adalah Allah, ia sama persis dengan Allah. Ketika kita lebih
menyerupaiNya, Allah mengembalikan gambarNya di dalam kita seperti maksudNya
yang semula.
Allah merancang dan menciptakan umat manusia supaya Ia dapat menikmati
suatu hubungan dengna kita. Tujuan manusia, oleh sebab itu berpusat pada isu
memiliki atau tidak memiliki hubungan dengan sang Pencipta. Kita tidak pernah
mengetahui siapakah kita sampai kita berelasi dengna sang tunggal, yang
menciptakan kita sesuai dengan gambarNya. Ketika kita mengenalNya, kita dapat
mengenali diri kita sendiri. Kemudian, kita dapat hidup seperti yang
dikehendakiNya dan menikmati Allah serta kebaikan-kebaikanNya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Dari penjelasan diatas maka kita ketahui bahwa penyataan
gambar dan rupa memiliki arti yang sama, yaitu menjelaskan keunikan, keunggulan
manusia yang bernilai sangat tinggi dari pada ciptaan yang lain. Setidaknya
kita mendapat beberapa poin tentang pengertian gambar dan rupa Allah.
·
Sebagai gambar dan
rupa Allah membedakan manusia - yang diciptakan mengacu pada pencipta – dengan
ciptaan lain yang diciptakan mengacu pada ciptaan.
·
Sebagai gambar dan
rupa Allah manusia mewari sifat-sifat Allah. Sifat Allah dalam hal ini tentu
tidak mutlak, sebab jika tidak demikian maka akan muncul pendapat bahwa Allah
sama dengan manusia. Dan perlu juga kita ketahui bahwa ketika manusia memilih
tidak taat da jatuh dalam dosa, itu bukanlah sifat yang diwarisinya dari Allah,
melainkan pilihannya sendiri atas dasar kemauan dari dalam dirinya dengan
freewill yang ia miliki.
·
Sebagai gambar dan
rupa Allah manusia mampu menjalin relasi yang intim dengan Allah.
·
Sebagai gambar dan
rupa Allah, maka Allah telah menetapkan manusia sebagai wakilNya yang berkuasa
atas ciptaan lain (Kej. 1:28)
·
Sebagai gambar dan
rupa Allah, manusia diberi kemampuan untuk bersekutu dengan sesamanya,
sebagaimana persekutuan Allah.
4.2. Saran
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam
penulisan paper ini, untuk itu diharapkan saran-saran dari pembaca supaya tulisan
ini dapat dikembangkan lebih lanjut lagi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Lewat paper sederhana ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman kita tingginya
nilai kita dihadapan Tuhan sebagai gambar dan rupaNya, asal kita mau
mempertahankan hidup dalam kesucian.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson,
David. Kejadian 1-11. 2000. Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. Jakarta.
Berkhof,
Louis. Teologi Sistematika. 2009. Momentum. Surabya.
Cornish, Rick.
2007. 5 menit Teologi. Pronir Jaya. Bandung
Enns, Paul.
2003. The Moody Handbook of Theology 1. Literatur SAAT. Malang.
Nee, Watchman. 2000. Kudus dan Tidak Bercela.
Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia. Surabaya.
Rirye,
Charles C. Teologi Dasar 1. 2008. ANDI Offset. Yogyakarta.
Thiessen, Henry
C. 2003. Teologi Sistematika. Gandum Mas. Malang.
Tong, Stephen.
2007. Peta dan Teladan Allah. Lembaga Reformed Injili Indonesia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar