Babtisan
dalam kekristenan dimulai dengan suatu otoritas Ilahi. Babtisan ditetapkan oleh
Kristus dalam amanat Agung-Nya setelah Ia menyelesaikan karya pendamaian
manusia dengan Allah. Para Rasul secara khusus diperintahkan untuk membaptiskan
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus yang juga menjadi rumusan bagi orang
Kristen.
Sejak
zaman bapak-bapak gereja sebelum zaman reformasi, baptisan dianggap sebagai
ritual pentahbisan untuk masuk ke dalam gereja dan biasanya mereka
menganggapnya sangat dekat dengan pengampunan dosa dan penganugerahan hidup
baru. Sebagian dari pendapat mereka tampak menunjukkan bahwa merekapercaya pada
kelahiran kembali melalui baptisan. Harus pula diperhatikan bahwa dalam hal
orang dewasa mereka tidak menganggap baptisan dapat berfungsi terlepas dari
sikap jiwa yang besar. Mereka tidak menganggap baptisan mutlak perlu dalam
pentahbisan hidup yang baru, tetap mereka lebih melihatnya sebagai elemen yang
melengkapi dalam proses pembaruan itu. Sebaliknya Calvin dan teologi reform
berkata bahwa baptisan bukannya memberikan hidup yang baru tetapi menguatkan
kehidupan yang baru itu.
Hingga
saat ini paham yang memasukkan baptisan air ke dalam syarat untuk menerima
hidup kekal masih terus dipertahankan, khususnya di kalangan gereja-gereja
pentakosta (tradisional). Hal ini kebanyakan diakibatkan kurangnya pemahaman
teologi dan tidak menyelidiki Alkitab secara keseluruhan. Oleh sebab itu ulasan
mengenai “Hubungan Baptisan Air Dengan Keselamatan” berikut akan memaparkan
bagaimana kita memahami makna baptisan menurut Alkitab dan bagaimana
hubungannya dengan keselamatan orang Kristen.
HAKEKAT BABTISAN
Dalam
bahasa Yunani, kata "Bapto" artinya "mencelupkan di dalam atau
dibawah" atau bisa juga berarti mencelupkan bahan-bahan untuk memberi warna
baru. Sedangkan "Baptizo" bisa berarti "membenamkan",
"menenggelamkan" atau "membinasakan". Tetapi, baptizo juga
bisa berarti "masuk dibawah" atau "dipengaruhi", dan dalam
suasana Helenisme juga diartikan sebagai "mandi"
atau "mencuci".
Dalam
Perjanjian Lama, ada istilah "Baptein" dalam LXX yang dalam bahasa
Indonesianya adalah "mencelupkan kakinya ke dalam air" (Yos.3:15),
"mencelupkan jari ke dalam darah itu" (Im.4:6,17), "dimasukkan
ke dalam air" (Im.11:32), dan Naaman "membenamkan diri" ke
sungai Yordan (2Raj.5:14).
Dalam
PL, adat basuhan menunjukkan ritual "penyucian" atau
"pengudusan", dan basuhan itu bukan lambang melainkan alat pengudusan
itu sendiri. Jadi air itu dianggap memunyai kekuatan magis untuk
"penyucian" sehingga seperti dalam kasus Naaman harus dilakukan
sampai tujuh kali.
Perintah
Tuhan
Babtisan
ditetapkan oleh Kristus setelah Ia menyelesaikan karya pendamaian dan
pendamaian ini telah diterima oleh Bapa dalam kebangkitan. Kristus memulai
babtisan Kristen dan dengan demikian menjadikannya mengikat bagi seluruh
generasi berikutnya. Perintah ini jelas di dalam Amanat Agung (Mat. 28:18-20) dan dalam bentuk
tambahannya dalam Mrk. 16:15, 16"
Berawal
dari ordinasi ini, maka ada peraturan khusus yang ditetapkan; tindakan pertama
adalah menjadikan murid, kemudia para murid itu membabtiskan. Perintah ini
jelas bukan hanya untuk para rasul yang mendengarnya, namun untuk para
pengikutNya di sepanjang zaman, karena Ia berjanji akan menyertai mereka
senantiasa sampai kesudahan zaman.
Yesus
sebagai Teladan (Mat. 3:16)
Walaupun
arti babtisan Yesus berbeda sama sekali dari arti babtisan orang Kristen, namun
hal itu mengandung arti bahwa kita mengikuti teladan Tuhan apabila kita
dibabtis. Harus di sadari, kita tidak akan pernah mampu meniru Pribadi yang
tidak berdosa; namun kita harus mengikuti langkah-langkahNya dan babtisan
merupakan salah satu langkahNya (1Pet. 2:21).
Matius
3:16 yang menyatakan bahwa Yesus mengalami baptisan air telah disalah artikan
oleh beberapa orang dengan mengatakan bahwa Yesus dibaptis sebagai bukti
keberdosaan-Nya. Tetapi perlu kita perlu menegaskan bahwa baptisan Yesus ini
dimaksudkan sebagai tanda solidaritas Yesus dengan manusia yang berdosa. Perlu
diketahui pula bahwa sakramen baptisan sebenarnya bukanlah sakramen penyucian
dosa atau tanda bahwa orang itu akan masuk surga, atau tanda bahwa orang yang
dibaptis sudah tidak berdosa lagi; baptisan sesungguhnya hanyalah tanda kepada
khalayak umum bahwa orang yang dibaptis adalah sudah menjadi orang percaya.
Demikian pula Yesus dibaptis sebagai simbol dimulainya pelayanan pengabaran
Kerajaan Surga yang dilakukannya selama tiga tahun hingga Yesus mati
disalibkan.
Tipologi
Babtisan Dalam Alkitab
Babtisan
air adalah upacara yang melambangkan permulaan hidup rohani. Ini merupakan
penyataan di depan umum bahwa kita menjadi satu dengan Yesus dalam kematian dan
kebangkitan-Nya, karena keduanya memungkinkan hidup baru kita di dalam Dia (Rm.
6:1-4). Rasul Petrus membandingkannya dengan peristiwa Nuh dan keluarganya yang
melalui air bah di dalam bahtera.
Hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang
diselamatkan oleh air bah itu. Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya,
yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan
untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah--oleh kebangkitan Yesus
Kristus, yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah
segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya. 1Pet. 3:20-21
Air bah mendatangkan hukuman atas dunia yang rusak dan penuh kekerasan
(Kej. 6:5-11). Demikian juga babtisan air melambangkan hukuman yang dalam
kematian-Nya ditanggung oleh Yesus bagi orang-orang sepanjang zaman. Air bah
tidak membersihkan Nuh, sebaliknya fakta
bahwa ia dan keluarganya dapat melewati air bah itu dan diselamatkan dari
hukumannya memberikan kesaksian tentang iman yang mereka miliki sebelum air bah
– iman yang menyebabkan mereka percaya dan menaati Allah serta membangun
bahtera. Harun dan anak-anaknya secara keseluruhan dibasuh dalam air, ketika
ditahbiskan dalam pelayanan keimaman (Kel.29:4;Im. 8:6).
"Baptisan"
Nuh dan "baptisan" Israel berfungsi sebagai perlambang dari tradisi;
yaitu, keduanya memindahkan orang-orang dari dunia yang lama ke dunia yang
baru, dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Bukan airnya yang
menyelamatkan, tetapi hal-hal rohani yang dilambangkan oleh air itu yang
menyelamatkan. Untuk kasus Nuh hal spritual itu adalah iman kepada Allah.
Bagi Musa juga adalah iman kepada Allah.
Tetapi
sebagian dari kita mungkin berkata bahwa karya Roh Kudus dan tindakan baptisan
adalah hal yang simultan/ terjadi bersamaan, yakni Roh Kudus bekerja di dalam
dan melalui baptisan untuk membawa kelahiran baru. Tetapi hal ini tidak
mungkin karena Alkitab mengatakan kepada kita bahwa keselamatan adalah melalui
iman (Roma 5:1; Efesus 2:8). Di samping itu, kita memiliki contoh yang
jelas dari Alkitab bahwa orang-orang diselamatkan sebelum mereka dibaptis.
Macam Babtisan yang Ada
Baptisan
air merupakan salah satu upacara kekristenan yang masih sering diperdebatkan
oleh gereja. Sampai saat ini banyak gerakan-gerakan yang mempertahankan
membenarkan model pembaptisan mereka.
Memahami baptisan secara praktis memerlukan peninjauan secara praktis
mengenai pengalaman-pengalaman tertentu di dalam Alkitab tentang
pernyataan-pernyataan Firman Tuhan mengenai fungsi baptisan. Jika tidak maka
pemahaman kita tentang baptisan akan menjadi kacau balau dan semakin membuat
orang lain bingung, juga malah semakin membenarkan cara pembaptisan yang kita
pakai.
Dalam
gereja saat ini, paling tidak ada tiga cara bagaimana gereja melaksanakan
babtisan air tersebut: Babtisan selam, babtisan percik dan babtisan anak.
1.
Babtisan Selam
Pada
umumnya diakui bahwa gereja mula-mula menyelamkan orang-orang yang datang untuk
dibabtis suatu studileksikal dari babtizo mengindikasikan bahwa itu berarti
“selam”. Oepke mengindikasikan babtizo berarti “selam” dan memperlihatkan
bagimana kata itu selama ini telah digunakan; “untuk menenggelamkan kapal”,
“menenggelamkan (di lumpur)”,”menenggelamkan”, dan “membinasakan”. Arti dasar
ini sesuai dengan penekanan di Kitab Suci: Yesus dibabtis oleh Yohanes di
sungai Yordan dan “Ia keluar dari air” (Mrk. 1:9-10).” Di sisi lain, kata-kata
Yunani untuk siram dan percik tidak digunakan untuk babtisan.
2.
Babtisan Percik
Pada abad permulaan, percik hanya
diperuntukkan bagi yang sakit atau mereka yang terlalu lemah untuk menerima
babtisak publik melalui diselam atau disiram. Percik tidak diterima dalam
penggunaan secara umum sampai abad ketiga belas. Dua dukunganyang sering
dikutip untuk mendukung babtis percik adalah di Perjanjian Lama. Orang Lewi
ditahirkan dengan cara air dipercikkan atas mereka (Bil. 8:5-7; 19:8-13).
Ibrani 9:10 menunjuk pada ritus pentahiran ini sebagai “babtisan” (NASB:
diterjemahkan “washing”). Pada abad ketiga, Cyprian mendeklarasikan bahwa bukan
kuantitas airnya, juga bukan cara babtisan yang menahirkan seseorang dari dosa;
melainkan apabila iman dari si penerima babtisan adalah tulus, maka percik
merupakan cara yang sama efektifnya dengan yang lain.
3.
Babtisan Anak
Babtisan
anak yang dilaksankan oleh Roma Khatolik, Anglikan, Presbiterian,Methodis, dan
Lutheran didasarkan pada beberapa hal. Hal itu berkaitan dengan teologi
kovenan. Sebagaimana bayi-bayi di negara Israel disunat dan melalui itu mereka
masuk ke dalam komunitas orang percaya, demikian pula babtisan anak sebagai
pengganti dari sunat, membawa anak-anak itu ke dalam komunitas Kristen. Hal itu
berkaitan dengan keluarga yang diselamatkan (KPR. 16:15,31,33-34). Sebagian
orang mengerti pernyataan,”pada saat keluarganya dibabtis” berarti bayi-bayi
atau anak-anak juga dibabtis.
Sebagai
argumennya, penganut paham baptisan anak ini mengacu pada hal dalam Alkitab,
yaitu perjanjian yang dibuat dengan Abraham adalah sebuah perjanjian spiritual,
walaupun perjanjian itu juga mengandung aspek nasional. Bagi perjanjian
spiritual ini sunat adalah lambang dan materainya. Perjanjian ini masih berlaku
dan secara esensial sama dengan perjanjian yang baru pada masa sekarang.
Kesatuan dan kesinambungan dari perjanjian baik dalam PL maupun masa PB keluar
dari kenyataan bahwa sang pengantara tetaplah sama (KPR. 4:12; 10:43; Gal.
3:16; 1Tim. 2:5-6). Syaratnya juga masih tetap sama, yaitu iman (Kej. 15:6; Rm.
4:3), berkatnyapun sama yaitu pembenaran (Mzm. 32:1,2,5; :Rm. 4:9; Gal. 3:6). Oleh
penunjukkan Tuhan sendiri anak-anak juga mendapatkan keuntungan dari perjanjian
itu dan dengan demikian mereka menerima sunat sebagai lambang dan materai. Pada
zaman perjanjian yang baru, baptisan oleh otoritas Ilahi menggantikan sunat
sebagai lambang dan materai pentahbisan dari perjanjian anugerah. Alkitab
dengan tegas menekankan bahwa sunat sudah tidak dapat lagi berfungsi sebagai
ritual pentahbisan dan Kristus menggantikan sunat itu dengan baotisan (Mat.
28:19-20; Mrk. 16:15-16)
BAB III
HUBUNGAN BABTISAN DENGAN
KESELAMATAN
Gereja-gereja
Karismatik/Pentakosta (tradisional) kadang-kadang masih kurang tepat dalam
memahami defenisi dan makna babtisan air sebagai salah satu sakramen. Dengan
penafsiran ayat-ayat yang berbicara tentang babtisan seperti Markus 16:16;
Yohanes 3, mereka mengklaim bahwa mengikuti babtisan air adalah salah satu
syarat untuk memperoleh keselamatan.
Alkitab
tidak mengajarkan bahwa baptisan menyelamatkan, sebab jika demikian maka
Alkitab tidak konsisten dan kebenaran Allah bukanlah kebenaran yang absolut.
Sebab dengan tegas Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa keselamatan adalah
anugerah Allah dengan Yesus Kristus sebagai satu-satu-Nya jalan dan pembuka
jalan keselamatan. Ayat-ayat Alkitab tidak mungkin bertentangan satu dengan
yang lainnya. Sekalipun ada ayat-ayat yang tampaknya memberi indikasi bahwa
baptisan berperan dalam keselamatan, tetapi kita tidak boleh menerimanya begitu
saja tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.
Babtisan
air tidak menyucikan kita, tetapi merupakan kesaksian tentang iman kita pada
Tuhan Yesus Kristus yang sudah bangkit. Iman yang harus kita miliki sebelum
kita masuk dalam babtisan air. Oleh karena itu, bukan air itu sendiri yang
menyelamatkan kita, tetapi apa yang dilambangkan dengan melalui babtisan itu:
kebangkitan Yesus Kristus, kebangkitan yang memperlihatkan bahwa Allah telah
menerima pengurbanan Yesus demi kita dan sebagai pengganti kita. Perjanjian
Baru dengan jelas memperlihatkan bahwa bukan babtisan air, melainkan darah
Yesus yang membawa penyucian dan pengampunan: Oleh darah-Nya kita dibenarkan
(Rm. 5:9), hati nurani kita disucikan (Ibr. 4:14), dan kita ditebus (1Pet.
1:19).
Ketika
Petrus berbicara tentang babtisan “untuk pengampunan dosamu” (KPR. 2:38), ia
menggunakan susunan kalimat bahasa Yunani yang sama dengan yang dipakai Yohanes
Pembabtis ketika ia berkata, “Aku membabtis kamu dengan air sebagai tanda
pertobatan” (Mat. 3:11). “Sebagai tanda pertobatan” berarti “disebabkan oleh
pertobatan” atau “sebagai kesaksian tentang pertobatan.” Demikian juga “untuk
pengampunan dosa” berarti “oleh sebab pengampunan dosa” atau “sebagai kesaksian
tentang fakta bahwa dosa telah diampuni.” Kecuali seseorang pertama-tama telah
percaya dan disucikan oleh darah Kristus, maka babtisan air tidak berarti
apa-apa.
Ayat Problematik
1 Petrus 3:21
"Juga kamu
sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk
membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang
baik kepada Allah--oleh kebangkitan Yesus Kristus."
Inilah
ayat dalam Alkitab yang mengatakan bahwa baptisan menyelamatkan. Apakah ayat ini mengajarkan bahwa kita harus
dibaptis agar bisa diselamatkan? Tidak. Tetapi, supaya kita dapat memahami ayat ini
dengan benar, kita perlu untuk melihat konteksnya.
Jika
kita perhatikan konteks ayat ini, suatu kemungkinan yang menarik akan muncul,
meskipun saya akui, bukanlah suatu tafsiran yang sangat disukai oleh para
sarjana. Baptisan dapat disamakan dengan
apakah? Banjirkah? Atau, Bahterakah? Apakah yang telah menyelamatkan keluarga
Nuh? Bah itu ataukah bahteranya? Jelas, bahteranya. Nuh membangun dan masuk ke
dalam bahtera berdasarkan iman dan diselamatkan (Ibrani 11:7). Air bah itu
menghancurkan mereka yang fasik. Lagi
pula, Petrus secara konsisten mengacu kepada air bah sebagai alat untuk
menghancurkan orang fasik (2 Petrus 2:5; 3:6), bukan sebagai keselamatan bagi
Nuh dan keluarganya. Melainkan, bahtera
itulah yang menyelamatkan, bahtera yang dimasuki oleh Nuh dengan iman. Sangat cocok rasanya bahwa baptisan di sini
mengacu kepada bahtera, bukan air bah.
Itulah
mengapa sisa ayat tadi mengatakan, "maksudnya bukan untuk membersihkan
kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada
Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus" yang konsisten dengan apa yang
dikatakan Paulus dalam Kolose 2:11-12 di mana ia menyamakan baptisan dengan
penyunatan atas hati.
Masalah
dengan tafsiran ini adalah bahwa tafsiran ini tidak sesuai dengan "air
dalam tipologi air." Tampaknya akan
lebih alamiah jika menyamakan air baptisan dengan air bah, karena sama-sama
air. Lebih jauh lagi, jika kita melihat
bahwa air bah itu merupakan alat untuk menyingkirkan kejahatan dari muka bumi,
kita dapat berkata "sesuai dengan" air dari baptisan yang
menyingkirkan dosa dari hati kita.
Meskipun cara menafsir seperti ini tampak lebih alamiah, tafsiran
seperti ini juga bermasalah.
Air
baptisan bukanlah yang menyelamatkan kita, tetapi pengorbanan Kristus yang kita
terima berdasarkan imanlah yang menyelamatkan kita. Kita membaca banyak sekali ayat mengenai
pembenaran karena iman (Roma 5:1), keselamatan karena iman (Efesus 2:8), dll.,
bukan pembenaran "oleh iman dan baptisan," atau keselamatan
"oleh iman dan baptisan."1 Faktanya adalah bahwa keselamatan diterima
berdasarkan iman. Petrus, karena tidak
ingin mengatakan bahwa baptisan itu sendiri adalah yang menyelamatkan kita,
denga segera menambahkan kata-kata, "maksudnya bukan untuk membersihkan
kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada
Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus."
Baptisan air, karenanya,mestinya mengiringi karya Roh Kudus dalam diri
seseorang. Komentar tambahan Petrus
menerangkan kepada kita bahwa kegiatan baptisan fisik bukanlah hal yang
menyelamatkan, tetapi "baptisan sebagai permohonan kepada
Allah." Permohonan kepada Allah
melalui iman ini sama dengan iman Nuh dalam Tuhan yang memimpinnya untuk
membangun bahtera, memasukinya, dan tetap tinggal di sana hingga banjir
berlalu. Bahtera itulah yang menyelamatkan Nuh, bukan air bah itu.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Simpulan
Tinjauan
teologis terhadap sakramen baptisan menyatakan bahwa baptisan air tidak turut
berperan mengerjakan keselamatan manusia. Hanya kurban Kristus di kayu salib
sebagai satu-satunya karya yang mengerjakan keselamatan. Tetapi kendati
demikian, hal ini bukanlah menjadi dalih bagi orang Kristen untuk meniadakan
baptisan air. Sebab baptisan adalah ajaran yang Alkitabiah dan sama sekali
tidak menentang Firman Tuhan.
Penulis
berpendirian bahwa baptisan adalah langkah ketaatan yang penting bagi seorang
Kristen, namun dengan tegas penulis menolak baptisan sebagai sesuatu yang
diperlukan untuk keselamatan. Penulis percaya dengan teguh bahwa setiap dan
semua orang Kristen harus menerima baptisan air secara selam. Baptisan
melukiskan identifikasi orang Kristen dengan kematian, penguburan dan
kebangkitan Kristus. Roma 6:3-4 menyatakan, “ Atau tidak tahukah kamu, bahwa
kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam
kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia
oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan
dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam
hidup yang baru” (Roma 6:3-4). Dimasukkan secara keseluruhan ke dalam air
menggambarkan dikuburkan bersama dengan Kristus. Keluar dari dalam air
menggambarkan kebangkitan Kristus. Pendeknya, setiap orang yang benar-benar
telah percaya pasti memiliki dorongan dalam dirinya untuk menerima baptisan.
Mustahil seorang percaya menolak Firman Allah untuk melakukan baptisan.
4.2.
Saran
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam
penulisan ini, untuk itu diharapkan saran-saran dari pembaca supaya tulisan ini dapat
dikembangkan lebih lanjut lagi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Lewat makalah ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang benar tentang makna baptisan baik
bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dengan pemahaman tersebut maka semakin
meningkatkan ketaatan kepada Allah kita hingga kedatangan-Nya menjemput
gereja-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Berkhof, Louis. 2008.
Teologi Sistematika “Doktrin Gereja”. Momentum. Surabaya.
Conner, Kevin J. 2004.
Jemaat Dalam Perjanjian Baru. Gandum Mas. Malang.
Enns, Paul. 2010. The
Moody Handbook of Theology 1. Literatur SAAT. Malang.
Erickson, Millard J.
2004. Teologi Kristen III. Gandum Mas. Malang.
Owen Frank. 2002.
Pedoman Upacara Kristen. Literatur Babtis. Bandung.
Ryrie, Charles C. 2010.
Teologi Dasar 2. ANDI Offset. Yogyakarta.