Senin, 15 April 2013

BAPTISAN DAN KESELAMATAN


Babtisan dalam kekristenan dimulai dengan suatu otoritas Ilahi. Babtisan ditetapkan oleh Kristus dalam amanat Agung-Nya setelah Ia menyelesaikan karya pendamaian manusia dengan Allah. Para Rasul secara khusus diperintahkan untuk membaptiskan dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus yang juga menjadi rumusan bagi orang Kristen.
Sejak zaman bapak-bapak gereja sebelum zaman reformasi, baptisan dianggap sebagai ritual pentahbisan untuk masuk ke dalam gereja dan biasanya mereka menganggapnya sangat dekat dengan pengampunan dosa dan penganugerahan hidup baru. Sebagian dari pendapat mereka tampak menunjukkan bahwa merekapercaya pada kelahiran kembali melalui baptisan. Harus pula diperhatikan bahwa dalam hal orang dewasa mereka tidak menganggap baptisan dapat berfungsi terlepas dari sikap jiwa yang besar. Mereka tidak menganggap baptisan mutlak perlu dalam pentahbisan hidup yang baru, tetap mereka lebih melihatnya sebagai elemen yang melengkapi dalam proses pembaruan itu. Sebaliknya Calvin dan teologi reform berkata bahwa baptisan bukannya memberikan hidup yang baru tetapi menguatkan kehidupan yang baru itu.
Hingga saat ini paham yang memasukkan baptisan air ke dalam syarat untuk menerima hidup kekal masih terus dipertahankan, khususnya di kalangan gereja-gereja pentakosta (tradisional). Hal ini kebanyakan diakibatkan kurangnya pemahaman teologi dan tidak menyelidiki Alkitab secara keseluruhan. Oleh sebab itu ulasan mengenai “Hubungan Baptisan Air Dengan Keselamatan” berikut akan memaparkan bagaimana kita memahami makna baptisan menurut Alkitab dan bagaimana hubungannya dengan keselamatan orang Kristen.


HAKEKAT BABTISAN

Dalam bahasa Yunani, kata "Bapto" artinya "mencelupkan di dalam atau dibawah" atau bisa juga berarti mencelupkan bahan-bahan untuk memberi warna baru. Sedangkan "Baptizo" bisa berarti "membenamkan", "menenggelamkan" atau "membinasakan". Tetapi, baptizo juga bisa berarti "masuk dibawah" atau "dipengaruhi", dan dalam suasana Helenisme juga diartikan sebagai "mandi" atau "mencuci".
Dalam Perjanjian Lama, ada istilah "Baptein" dalam LXX yang dalam bahasa Indonesianya adalah "mencelupkan kakinya ke dalam air" (Yos.3:15), "mencelupkan jari ke dalam darah itu" (Im.4:6,17), "dimasukkan ke dalam air" (Im.11:32), dan Naaman "membenamkan diri" ke sungai Yordan (2Raj.5:14).
Dalam PL, adat basuhan menunjukkan ritual "penyucian" atau "pengudusan", dan basuhan itu bukan lambang melainkan alat pengudusan itu sendiri. Jadi air itu dianggap memunyai kekuatan magis untuk "penyucian" sehingga seperti dalam kasus Naaman harus dilakukan sampai tujuh kali.

 Perintah Tuhan
Babtisan ditetapkan oleh Kristus setelah Ia menyelesaikan karya pendamaian dan pendamaian ini telah diterima oleh Bapa dalam kebangkitan. Kristus memulai babtisan Kristen dan dengan demikian menjadikannya mengikat bagi seluruh generasi berikutnya. Perintah ini jelas di dalam Amanat Agung (Mat. 28:18-20) dan dalam bentuk tambahannya dalam Mrk. 16:15, 16"
Berawal dari ordinasi ini, maka ada peraturan khusus yang ditetapkan; tindakan pertama adalah menjadikan murid, kemudia para murid itu membabtiskan. Perintah ini jelas bukan hanya untuk para rasul yang mendengarnya, namun untuk para pengikutNya di sepanjang zaman, karena Ia berjanji akan menyertai mereka senantiasa sampai kesudahan zaman.

 Yesus sebagai Teladan (Mat. 3:16)
Walaupun arti babtisan Yesus berbeda sama sekali dari arti babtisan orang Kristen, namun hal itu mengandung arti bahwa kita mengikuti teladan Tuhan apabila kita dibabtis. Harus di sadari, kita tidak akan pernah mampu meniru Pribadi yang tidak berdosa; namun kita harus mengikuti langkah-langkahNya dan babtisan merupakan salah satu langkahNya (1Pet. 2:21).
Matius 3:16 yang menyatakan bahwa Yesus mengalami baptisan air telah disalah artikan oleh beberapa orang dengan mengatakan bahwa Yesus dibaptis sebagai bukti keberdosaan-Nya. Tetapi perlu kita perlu menegaskan bahwa baptisan Yesus ini dimaksudkan sebagai tanda solidaritas Yesus dengan manusia yang berdosa. Perlu diketahui pula bahwa sakramen baptisan sebenarnya bukanlah sakramen penyucian dosa atau tanda bahwa orang itu akan masuk surga, atau tanda bahwa orang yang dibaptis sudah tidak berdosa lagi; baptisan sesungguhnya hanyalah tanda kepada khalayak umum bahwa orang yang dibaptis adalah sudah menjadi orang percaya. Demikian pula Yesus dibaptis sebagai simbol dimulainya pelayanan pengabaran Kerajaan Surga yang dilakukannya selama tiga tahun hingga Yesus mati disalibkan.

 Tipologi Babtisan Dalam Alkitab
Babtisan air adalah upacara yang melambangkan permulaan hidup rohani. Ini merupakan penyataan di depan umum bahwa kita menjadi satu dengan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, karena keduanya memungkinkan hidup baru kita di dalam Dia (Rm. 6:1-4). Rasul Petrus membandingkannya dengan peristiwa Nuh dan keluarganya yang melalui air bah di dalam bahtera.
Hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu. Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah--oleh kebangkitan Yesus Kristus, yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya. 1Pet. 3:20-21

Air bah mendatangkan hukuman atas dunia yang rusak dan penuh kekerasan (Kej. 6:5-11). Demikian juga babtisan air melambangkan hukuman yang dalam kematian-Nya ditanggung oleh Yesus bagi orang-orang sepanjang zaman. Air bah tidak membersihkan Nuh, sebaliknya  fakta bahwa ia dan keluarganya dapat melewati air bah itu dan diselamatkan dari hukumannya memberikan kesaksian tentang iman yang mereka miliki sebelum air bah – iman yang menyebabkan mereka percaya dan menaati Allah serta membangun bahtera. Harun dan anak-anaknya secara keseluruhan dibasuh dalam air, ketika ditahbiskan dalam pelayanan keimaman (Kel.29:4;Im. 8:6).
"Baptisan" Nuh dan "baptisan" Israel berfungsi sebagai perlambang dari tradisi; yaitu, keduanya memindahkan orang-orang dari dunia yang lama ke dunia yang baru, dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru.  Bukan airnya yang menyelamatkan, tetapi hal-hal rohani yang dilambangkan oleh air itu yang menyelamatkan.  Untuk kasus Nuh hal spritual itu adalah iman kepada Allah.  Bagi Musa juga adalah iman kepada Allah.
Tetapi sebagian dari kita mungkin berkata bahwa karya Roh Kudus dan tindakan baptisan adalah hal yang simultan/ terjadi bersamaan, yakni Roh Kudus bekerja di dalam dan melalui baptisan untuk membawa kelahiran baru.  Tetapi hal ini tidak mungkin karena Alkitab mengatakan kepada kita bahwa keselamatan adalah melalui iman (Roma 5:1; Efesus 2:8).  Di samping itu, kita memiliki contoh yang jelas dari Alkitab bahwa orang-orang diselamatkan sebelum mereka dibaptis.

Macam Babtisan yang Ada
Baptisan air merupakan salah satu upacara kekristenan yang masih sering diperdebatkan oleh gereja. Sampai saat ini banyak gerakan-gerakan yang mempertahankan membenarkan model pembaptisan mereka.  Memahami baptisan secara praktis memerlukan peninjauan secara praktis mengenai pengalaman-pengalaman tertentu di dalam Alkitab tentang pernyataan-pernyataan Firman Tuhan mengenai fungsi baptisan. Jika tidak maka pemahaman kita tentang baptisan akan menjadi kacau balau dan semakin membuat orang lain bingung, juga malah semakin membenarkan cara pembaptisan yang kita pakai.
Dalam gereja saat ini, paling tidak ada tiga cara bagaimana gereja melaksanakan babtisan air tersebut: Babtisan selam, babtisan percik dan babtisan anak.

1. Babtisan Selam
Pada umumnya diakui bahwa gereja mula-mula menyelamkan orang-orang yang datang untuk dibabtis suatu studileksikal dari babtizo mengindikasikan bahwa itu berarti “selam”. Oepke mengindikasikan babtizo berarti “selam” dan memperlihatkan bagimana kata itu selama ini telah digunakan; “untuk menenggelamkan kapal”, “menenggelamkan (di lumpur)”,”menenggelamkan”, dan “membinasakan”. Arti dasar ini sesuai dengan penekanan di Kitab Suci: Yesus dibabtis oleh Yohanes di sungai Yordan dan “Ia keluar dari air” (Mrk. 1:9-10).” Di sisi lain, kata-kata Yunani untuk siram dan percik tidak digunakan untuk babtisan.

2. Babtisan Percik
Pada abad permulaan, percik hanya diperuntukkan bagi yang sakit atau mereka yang terlalu lemah untuk menerima babtisak publik melalui diselam atau disiram. Percik tidak diterima dalam penggunaan secara umum sampai abad ketiga belas. Dua dukunganyang sering dikutip untuk mendukung babtis percik adalah di Perjanjian Lama. Orang Lewi ditahirkan dengan cara air dipercikkan atas mereka (Bil. 8:5-7; 19:8-13). Ibrani 9:10 menunjuk pada ritus pentahiran ini sebagai “babtisan” (NASB: diterjemahkan “washing”). Pada abad ketiga, Cyprian mendeklarasikan bahwa bukan kuantitas airnya, juga bukan cara babtisan yang menahirkan seseorang dari dosa; melainkan apabila iman dari si penerima babtisan adalah tulus, maka percik merupakan cara yang sama efektifnya dengan yang lain.

3. Babtisan Anak
Babtisan anak yang dilaksankan oleh Roma Khatolik, Anglikan, Presbiterian,Methodis, dan Lutheran didasarkan pada beberapa hal. Hal itu berkaitan dengan teologi kovenan. Sebagaimana bayi-bayi di negara Israel disunat dan melalui itu mereka masuk ke dalam komunitas orang percaya, demikian pula babtisan anak sebagai pengganti dari sunat, membawa anak-anak itu ke dalam komunitas Kristen. Hal itu berkaitan dengan keluarga yang diselamatkan (KPR. 16:15,31,33-34). Sebagian orang mengerti pernyataan,”pada saat keluarganya dibabtis” berarti bayi-bayi atau anak-anak juga dibabtis.
Sebagai argumennya, penganut paham baptisan anak ini mengacu pada hal dalam Alkitab, yaitu perjanjian yang dibuat dengan Abraham adalah sebuah perjanjian spiritual, walaupun perjanjian itu juga mengandung aspek nasional. Bagi perjanjian spiritual ini sunat adalah lambang dan materainya. Perjanjian ini masih berlaku dan secara esensial sama dengan perjanjian yang baru pada masa sekarang. Kesatuan dan kesinambungan dari perjanjian baik dalam PL maupun masa PB keluar dari kenyataan bahwa sang pengantara tetaplah sama (KPR. 4:12; 10:43; Gal. 3:16; 1Tim. 2:5-6). Syaratnya juga masih tetap sama, yaitu iman (Kej. 15:6; Rm. 4:3), berkatnyapun sama yaitu pembenaran (Mzm. 32:1,2,5; :Rm. 4:9; Gal. 3:6). Oleh penunjukkan Tuhan sendiri anak-anak juga mendapatkan keuntungan dari perjanjian itu dan dengan demikian mereka menerima sunat sebagai lambang dan materai. Pada zaman perjanjian yang baru, baptisan oleh otoritas Ilahi menggantikan sunat sebagai lambang dan materai pentahbisan dari perjanjian anugerah. Alkitab dengan tegas menekankan bahwa sunat sudah tidak dapat lagi berfungsi sebagai ritual pentahbisan dan Kristus menggantikan sunat itu dengan baotisan (Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15-16)



BAB III
HUBUNGAN BABTISAN DENGAN KESELAMATAN

Gereja-gereja Karismatik/Pentakosta (tradisional) kadang-kadang masih kurang tepat dalam memahami defenisi dan makna babtisan air sebagai salah satu sakramen. Dengan penafsiran ayat-ayat yang berbicara tentang babtisan seperti Markus 16:16; Yohanes 3, mereka mengklaim bahwa mengikuti babtisan air adalah salah satu syarat untuk memperoleh keselamatan.
Alkitab tidak mengajarkan bahwa baptisan menyelamatkan, sebab jika demikian maka Alkitab tidak konsisten dan kebenaran Allah bukanlah kebenaran yang absolut. Sebab dengan tegas Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa keselamatan adalah anugerah Allah dengan Yesus Kristus sebagai satu-satu-Nya jalan dan pembuka jalan keselamatan. Ayat-ayat Alkitab tidak mungkin bertentangan satu dengan yang lainnya. Sekalipun ada ayat-ayat yang tampaknya memberi indikasi bahwa baptisan berperan dalam keselamatan, tetapi kita tidak boleh menerimanya begitu saja tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.
Babtisan air tidak menyucikan kita, tetapi merupakan kesaksian tentang iman kita pada Tuhan Yesus Kristus yang sudah bangkit. Iman yang harus kita miliki sebelum kita masuk dalam babtisan air. Oleh karena itu, bukan air itu sendiri yang menyelamatkan kita, tetapi apa yang dilambangkan dengan melalui babtisan itu: kebangkitan Yesus Kristus, kebangkitan yang memperlihatkan bahwa Allah telah menerima pengurbanan Yesus demi kita dan sebagai pengganti kita. Perjanjian Baru dengan jelas memperlihatkan bahwa bukan babtisan air, melainkan darah Yesus yang membawa penyucian dan pengampunan: Oleh darah-Nya kita dibenarkan (Rm. 5:9), hati nurani kita disucikan (Ibr. 4:14), dan kita ditebus (1Pet. 1:19).



Ketika Petrus berbicara tentang babtisan “untuk pengampunan dosamu” (KPR. 2:38), ia menggunakan susunan kalimat bahasa Yunani yang sama dengan yang dipakai Yohanes Pembabtis ketika ia berkata, “Aku membabtis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan” (Mat. 3:11). “Sebagai tanda pertobatan” berarti “disebabkan oleh pertobatan” atau “sebagai kesaksian tentang pertobatan.” Demikian juga “untuk pengampunan dosa” berarti “oleh sebab pengampunan dosa” atau “sebagai kesaksian tentang fakta bahwa dosa telah diampuni.” Kecuali seseorang pertama-tama telah percaya dan disucikan oleh darah Kristus, maka babtisan air tidak berarti apa-apa.

Ayat Problematik
1 Petrus 3:21
"Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah--oleh kebangkitan Yesus Kristus."
Inilah ayat dalam Alkitab yang mengatakan bahwa baptisan menyelamatkan.  Apakah ayat ini mengajarkan bahwa kita harus dibaptis agar bisa diselamatkan?  Tidak.  Tetapi, supaya kita dapat memahami ayat ini dengan benar, kita perlu untuk melihat konteksnya.
Jika kita perhatikan konteks ayat ini, suatu kemungkinan yang menarik akan muncul, meskipun saya akui, bukanlah suatu tafsiran yang sangat disukai oleh para sarjana.  Baptisan dapat disamakan dengan apakah? Banjirkah? Atau, Bahterakah? Apakah yang telah menyelamatkan keluarga Nuh? Bah itu ataukah bahteranya? Jelas, bahteranya. Nuh membangun dan masuk ke dalam bahtera berdasarkan iman dan diselamatkan (Ibrani 11:7). Air bah itu menghancurkan mereka yang fasik.  Lagi pula, Petrus secara konsisten mengacu kepada air bah sebagai alat untuk menghancurkan orang fasik (2 Petrus 2:5; 3:6), bukan sebagai keselamatan bagi Nuh dan keluarganya.  Melainkan, bahtera itulah yang menyelamatkan, bahtera yang dimasuki oleh Nuh dengan iman.  Sangat cocok rasanya bahwa baptisan di sini mengacu kepada bahtera, bukan air bah.

Itulah mengapa sisa ayat tadi mengatakan, "maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus" yang konsisten dengan apa yang dikatakan Paulus dalam Kolose 2:11-12 di mana ia menyamakan baptisan dengan penyunatan atas hati.
Masalah dengan tafsiran ini adalah bahwa tafsiran ini tidak sesuai dengan "air dalam tipologi air."  Tampaknya akan lebih alamiah jika menyamakan air baptisan dengan air bah, karena sama-sama air.  Lebih jauh lagi, jika kita melihat bahwa air bah itu merupakan alat untuk menyingkirkan kejahatan dari muka bumi, kita dapat berkata "sesuai dengan" air dari baptisan yang menyingkirkan dosa dari hati kita.  Meskipun cara menafsir seperti ini tampak lebih alamiah, tafsiran seperti ini juga bermasalah.
Air baptisan bukanlah yang menyelamatkan kita, tetapi pengorbanan Kristus yang kita terima berdasarkan imanlah yang menyelamatkan kita.  Kita membaca banyak sekali ayat mengenai pembenaran karena iman (Roma 5:1), keselamatan karena iman (Efesus 2:8), dll., bukan pembenaran "oleh iman dan baptisan," atau keselamatan "oleh iman dan baptisan."1 Faktanya adalah bahwa keselamatan diterima berdasarkan iman.  Petrus, karena tidak ingin mengatakan bahwa baptisan itu sendiri adalah yang menyelamatkan kita, denga segera menambahkan kata-kata, "maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus."  Baptisan air, karenanya,mestinya mengiringi karya Roh Kudus dalam diri seseorang.  Komentar tambahan Petrus menerangkan kepada kita bahwa kegiatan baptisan fisik bukanlah hal yang menyelamatkan, tetapi "baptisan sebagai permohonan kepada Allah."  Permohonan kepada Allah melalui iman ini sama dengan iman Nuh dalam Tuhan yang memimpinnya untuk membangun bahtera, memasukinya, dan tetap tinggal di sana hingga banjir berlalu. Bahtera itulah yang menyelamatkan Nuh, bukan air bah itu.



BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Tinjauan teologis terhadap sakramen baptisan menyatakan bahwa baptisan air tidak turut berperan mengerjakan keselamatan manusia. Hanya kurban Kristus di kayu salib sebagai satu-satunya karya yang mengerjakan keselamatan. Tetapi kendati demikian, hal ini bukanlah menjadi dalih bagi orang Kristen untuk meniadakan baptisan air. Sebab baptisan adalah ajaran yang Alkitabiah dan sama sekali tidak menentang Firman Tuhan.
Penulis berpendirian bahwa baptisan adalah langkah ketaatan yang penting bagi seorang Kristen, namun dengan tegas penulis menolak baptisan sebagai sesuatu yang diperlukan untuk keselamatan. Penulis percaya dengan teguh bahwa setiap dan semua orang Kristen harus menerima baptisan air secara selam. Baptisan melukiskan identifikasi orang Kristen dengan kematian, penguburan dan kebangkitan Kristus. Roma 6:3-4 menyatakan, “ Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Roma 6:3-4). Dimasukkan secara keseluruhan ke dalam air menggambarkan dikuburkan bersama dengan Kristus. Keluar dari dalam air menggambarkan kebangkitan Kristus. Pendeknya, setiap orang yang benar-benar telah percaya pasti memiliki dorongan dalam dirinya untuk menerima baptisan. Mustahil seorang percaya menolak Firman Allah untuk melakukan baptisan.

4.2. Saran
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini, untuk itu diharapkan saran-saran dari pembaca supaya tulisan ini dapat dikembangkan lebih lanjut lagi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Lewat makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar tentang makna baptisan baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dengan pemahaman tersebut maka semakin meningkatkan ketaatan kepada Allah kita hingga kedatangan-Nya menjemput gereja-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Berkhof, Louis. 2008. Teologi Sistematika “Doktrin Gereja”. Momentum. Surabaya.
Conner, Kevin J. 2004. Jemaat Dalam Perjanjian Baru. Gandum Mas. Malang.
Enns, Paul. 2010. The Moody Handbook of Theology 1. Literatur SAAT. Malang.
Erickson, Millard J. 2004. Teologi Kristen III. Gandum Mas. Malang.
Owen Frank. 2002. Pedoman Upacara Kristen. Literatur Babtis. Bandung.
Ryrie, Charles C. 2010. Teologi Dasar 2. ANDI Offset. Yogyakarta.