Dewasa ini pelayanan konsultasi penuh
dengan konsultan-konsultan. Tidak sedikit dari mereka mengeluhkan pola hidup
yang tak tertata dengan baik. Mengapa hal ini bisa terjadi? Kita tidak
menyadari bahwa kita diciptakan dengan tujuan yang jauh lebih besar dari
prestasi-prestasi yang kita dapatkan. Inilah yang membuat banyak orang bingung
oleh karena tidak mampu menemukan tujuan hidupnya. Namun disamping itu, mengapa
ada orang yang berhasil memahami tujuan hidupnya. Dibalik itu semua adalah
karakter anda yang menentukan.
Istilah karakter sesunguhnya menimbulkan
ambiguitas. Karakter, secara etimologi berasal dari bahasa yunani “karasop”,
yang berarti, format dasar, sidik, seperti dalam sidik jari. Dalam tradisi
yahudi misalnya, para tetua melihat alam, katakanlah laut, sebagai suatu
karakter, yaitu sebagai sesuatu yang bebas, tidak dapat dikuasai manusia, yang
merucut seperti menangkap asap. Karakter adalah sesuatu yang tidak dapat
dikuasai oleh intervensi manusia, seperti ganasnya laut dengan gelombang pasang
dan angin yang menyertainya. Mereka memahami karakter seperti lautan, tidak
terselami dan tidak dapat diintervensi.
Karakter andalah yang menentukan hidup
yang akan anda jalani. Anda berkarakter baik, maka anda akan menjalani
kehidupan yang baik, jika karakter anda buru maka bersiaplah menjalani
kehidupan yang kurang menyenangkan. Karena karakter memberikan motivasi
batiniah untuk melakukan apa yang benar menurut standart perilaku di dalam
setiap keadaan. Orang percaya harus memahami hal ini. Kita sebagai umat
ketebusan Allah dituntut supaya memiliki karakter seperti Kristus. Dengan
pimpinan Roh-Nya kita akan diberi hikmat untuk menanggapi tekanan-tekanan yang
muncul dari keadaan yang sukar dan yang kita lakukan ketika kita mengira tidak ada
orang yang melihat.
PENGERTIAN KARAKTER DARI BERBAGAI ASPEK
Istilah karakter sesunguhnya menimbulkan
ambiguitas. Karakter, secara etimologi berasal dari bahasa yunani “karasop”, yang berarti, format dasar,
sidik, seperti dalam sidik jari. Dalam tradisi yahudi misalnya, para tetua
melihat alam, katakanlah laut, sebagai suatu karakter, yaitu sebagai sesuatu
yang bebas, tidak dapat dikuasai manusia, yang merucut seperti menangkap asap.
Karakter adalah sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusia,
seperti ganasnya laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya.
Mereka memahami karakter seperti lautan, tidak terselami dan tidak dapat
diintervensi.
Karakter sebagai suatu kondisi yang
diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang
untuk secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya ini membuat kita tidak
serta merta jatuh dalam fatalisme akibat
determinasi alam, ataupun terlalu tinggi optimism seolah kodrat alamiah
kita tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang kita miliki. Melalui dua hal
ini kita diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi diri serta
kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan kita. Untuk itulah model tipologi
yang lebih menekankan penerimaan kondisi natural yang dari sononya tidak cocok. Cara-cara ini hanya salah satu cara dalam
memandang dan menilai karakter.
Oelh karena itu, tentang karakter
seseorang kita hanya dapat menilai apakah orang itu memiliki karakter kuat atau
lemah. Apakah ia lebih terdominasi pada kondisi-kondisi yang telah ada dari
sononya atau ia menjadi tuan atas kondisi natural yang telah ia terima. Apakah given
itu lebih kuat dari willed. Orang yang memiliki karakter kuat adalah
mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu
saja dari sononya. Sedangkan orang yang memiliki karakter lemah adalah orang
yang tunduk pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat
menguasainya. Maka, Orang yang berkarakter adalah seperti seorang yangmembangun dan merancang
masa depan sendiri. Ia tidak mau dikuasai oleh kondisi kodratinya yang
menghambat pertumbuhan. Sebaliknya ia menguasai, mengembangkannya memperoleh
hidup yang berarti.
Berbagai Pendekatan Tentang Karakter
Fenomena karakter tidak hanya bisa
dijelaskan lewat pemberian distingtif antara karakter yang kasat mata berupa
kumpulan pengalaman berulang-ulang sampai terbentuk sifat kepribadian tertentu
ketika karakter dipahami sebagai endapan pengalaman eksistensial manusia
berhadapan dengan keterbatasan dirinya. Namun, ada yang mencoba mencari
penjelasan tentang karakter seseorang berdasarkan motif pewarisan genetis.
Pendekatan karakter melalui penjelasan
yang sifatnya keturunan atau hereditas memberikan penekanan pada determinasi
perilaku menurut struktur gtnetis riwayat keluarga. Faktor genetis berupa
bawaan sejak lahir dan merupkan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang
dimiliki oleh salah satu dari kedua orangtuanya atau bisa berupa gabungan dari
sifat kedua orangtuanya. Sifat anak tak akan jauh dari berbeda dengan
orangtuanya.
Proses perkawinan genetic yang sifatnya
keturunan ini tidak hanya dipakai untuk menjelaskan karakter seseorang
berdasarkan latar belakang sejarah keluarga, namun juga dipakai untuk
menjelaskan karakter seseorang dengan memakai paradigm gender. Paradigma gender
membedakan seacara khas karakter seseorang melalui jenis kelamin. Pria dan
wanita secara karakterisitik berbeda terutama karena alas an gender, berupa
struktur kromosom yang memengaruhi perbedaan fisik, perangai, dan pola prilaku
tertentu.
Selain perbedaan gender, pewarisan
kultur genetis suatu bangsa bisa pula menjadi alas an mengapa suku atau bangsa
tertentu memiliki karakter berbeda. Perbedaan ini buka semata-mata terjadi
karena perbedaan iklim dan geografis tempat pribadi tersebut hidup, melainkan
pola prilaku, sifat, tempramen, perangai bisa memiliki kesamaan yang
membedakannya dengan bangsa lain.
Ada yang mencoba mencari penjelasan
tentang karakter melalui apa yang disebut dengan polymorphous heredity untuk
menjelaskan adanya perbedaan karakter antarbangsa/suku. Pewarisan karakter
terhadap suatu generasi bersifat seperti mosaic, terpotong-potong satu sama
lain, dan perlu dirankai. Pendekatan ini dipakai untuk menjawa tentang adanya
variasi dan divergensi kromosom yang diwariskan secara genetik.
Tentu tidak semua penjelasan di atas
memuaskan kita untuk menerangi bagaimana kita memahami karakter dalam diri
manusia dengan lebih baik. Pewarisan melalui riwayat keturunan dan perjelasan
gender mungkin bisa memengaruhi karakteristik seorang pribadi tetapi pewarisan
ini mungkin hanya berlaku dalam lingkup keturunan dalam keluarga.
Karakter Menurut Psikologi
Karakter merupakan pribadi yang tampak
lewat tindakan maupun pikiran kita dalam merespon sesuatu. Karakter menurut
psikologis mengandung pengertian:
1. Suatu
Kualitas Positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan
atraktif
2.
Reputasi seseorang
3.
Seseorang yang unusual
atau memiliki kepribadian dengan
ciri khusus.
Dari pengertian di atas maka kita dapat
menarik simpulan karakter yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh setiap
orang, yakni Dapat dipercaya (trustworthy)
meliputi sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity), memperlakukan
orang lain dengan hormat (treats people with respect), Bertanggungjawab (responsible),
Adil (fair), Kasih sayang (caring) dan warganegara
yang baik (good citizen).
Semua ini telah dianugerahkan pada setiap orang, hanya saja beberapa orang
tidak sadar atau tidak tahu bagaimana harus mengembangkannya.
Karakter Menurut Filosofi
Karakter dipandang dari kacamata
filosofi maka kita kan mandapat pengertian bahwa karakter dimulai dengan
anugerah Ilahi kepada manusia sebagai makhluk ciptaan mulia. Anugerah ini jika
disadari akan menghasilkan jati diri seseorang. Kemudian jati diri yang dibina
dengan tekun ke arah yang positif akan menjadi seseorang berkarakter mulia dan
dapat mempraktekkan nilai-nilai kehidupan. Proses ini tentunya sangat
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu:
·
Pengembangan anugerah
Ilahi menjadi karakter yang mulia ditentukan oleh iman seseorang. Bagaimana
imannya, dan beriman kepada siapa. Orang Kristen yang memiliki kepastian
keselamatan seharusnya tidak perlu bertanya-tanya bagaimana harus membentuk
karakter, karena memiliki Kristus sebagai teladan hidup. Namun, kita sering
gagal karena hal yang kedua ini!
·
Hal lain yang
mempengaruhi pembentukan karakter adalah lingkungan hidup dimana kita tinggal. Pengaruh
yang diberikan lingkungan terbilang cukup besar karena telah terbukti
dilapangan. Ingat ayat yang berkata “pergaulan
yang buruk merusak kebiasaan yang baik (1kor. 15:33), maka sebaliknya
pergaulan yang baik akan mengikis karakter karakter kita yang buruk”
Karakter Menurut Kehidupan Sosial
Bagaimana kita memahami karakter jika
dikaitkan dengan kehidupan sosial? Tentu pemahaman tentang karakter dipandang
dari segi apapun tidak jauh perbedaannya. Pengertian karakter ditinjau dari
segi sosial dapat didefinisikan sebagai berikut: Karakter
adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama,
kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Pendidikan
karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku
sebagai insan kamil.
Karakter memang
sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita sebagai makhluk social. Sebab kita hidup
tidak sendiri dan memang tidak mampu hidup sendiri. Oleh karena itu karakter
kita mempengaruhi kehidupan bersosial. Maka, kita membutuhkan karakter berikut
untuk hidup bermasyarakat yang lebih baik, antara lain ramah penuh kebaikan berbelas kasihan,
sopan
dan layak tuk dipercaya.
PANDANGAN ALKITAB
TENTANG KARAKTER
Karakter Manusia Pra-Dosa
Kita tahu bahwa Allah menciptakan
manusia dimulai dengan perencanaan. Berbeda dengan ciptaan lain yang dengan
seketika langsung jadi setelah Allah berfirman. Apakah arti semuanya itu? Ini
menunjukkan bahwa manusia diciptakan bukan tanpa tujuan, tetapi sebaliknya
Allah menciptakan manusia dengan tujuan yang agung dan mulia. Manusia pertama,
yaitu Adam diciptakan kudus adanya. Manusia memiliki karakter yang dimiliki
Allah karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Allah
menciptakan manusia dengan berkarakter tinggi, artinya semua karakter yang baik
ada dalam diri manusia. Namun, semuanya itu hilang ketika manusia memilih untuk
tidak taat kepada Allah.
Karakter Manusia Pasca Dosa
Manusia yang telah kehilangan karakter
Allah, kini bersandar pada dirinya sendiri. Ketidaktaatann menjadikan manusia
kehilangan panutannya. Manusia terkutuk oleh karena kelalaiannya. Alkitab
menceritakan bagaimana anjloknya kerohanian manusia yang membuatnya semakin
jauh dari Allah..Kebobrokan manusia telah mendukakan Allah, manusia telah lupa
akan penciptanya. Karakter yang tidak lagi menjunjung tinggi kemuliaan, akan
berujung kepada maut. Tetapi Allah kita adalah Allah yang setia, dengan
kasihNya yang besar telah mengaruniakan Anak tunggalNya menjadi korban untuk
keselamatan manusia. (Yoh. 3:16)
Karakter Orang Percaya
Sekarang kita tarik dalam kehidupan kita
sekarang ini. Kristus telah mati bagi kita, dan kita telah menerimanya. Maka
sekarang, apakah kita mau tetap hidup dalam kebobrokan? Ketika kita menerima
Kristus menjadi panutan hidup, seketika itu juga Roh Kudus berdiam dalam diri
kita. Roh Kuduslah yang akan menuntun kehidupan ini untuk mendapatkan kembali
karakter yang menyenangkan hati Tuhan. “Menjadi
Seperti Kristus”, inilah yang menjadi tujuan kita sebagai umat ketebusanNya
untuk menjadi sama dengan Kristus, berkarakter seperti Dia.
Membentuk
Karakter
Karakter sebagai suatu kondisi yang
diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang
untuk secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya ini membuat kita tidak
serta merta jatuh dalam fatalisme akibat
determinasi alam, ataupun terlalu tinggi optimism seolah kodrat alamiah
kita tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang kita miliki. Melalui dua hal
ini kita diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi diri serta
kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan kita. Untuk itulah model tipologi
yang lebih menekankan penerimaan kondisi natural yang dari sononya tidak cocok. Cara-cara ini hanya salah satu cara dalam
memandang dan menilai karakter.
Ada perilaku yang bersumber dari
karakter seseorang, tapi ada juga perilaku yang bersumber dari temperamennya.
Apa bedanya? Temperamen merupakan corak reaksi seseorang terhadap berbagai
rangsangan yang berasal dari lingkungan dan dari dalam diri sendiri. Temperamen
berhubungan erat dengan kondisi biopsikologi seseorang, oleh karena itu sulit
untuk diubah dan bersifat netral terhadap penilaian baik buruk. Sedangkan
karakter berkaitan erat dengan penilaian baik buruknya tingkah laku seseorang
didasari oleh bermacam-macam tolok ukur yang dianut masyarakat. Karakter
terbentuk melalui perjalanan hidup seseorang, oleh karena itu ia dapat berubah.
Jika temperamen tidak mengandung implikasi etis, maka karakter justeru selalu
menjadi obyek penilaian etis. Terkadang orang memiliki temperamen yang berbeda
dengan karakternya. Ada orang yang temperamennya buruk, padahal karakternya
baik, atau sebaliknya. Tiap-tiap perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar
disebut sebagai kelakuan atau tingkahlaku (behavior). Berkata benar,
perkataan dusta, perbuatan kebajikan, perbuatan kejahatan, adalah perbuatan
yang bukan hanya bersifat lahir, tetapi mempunyai dasar-dasar di dalam jiwa. Makna senyuman tidak terletak di bibir tetapi
terhunjam di dalam jiwa orang yang tersenyum itu. Demikian pula suatu pukulan
tangan , maknanya tidak pada kerasnya pukulan, tetapi pada motif yang
terkandung dalam perbuatan memukul itu. Untuk mengetahui makna tingkahlaku
seseorang tidak cukup dengan melihat tingkahlaku yang nampak, tetapi harus
menganalisis dasar-dasar yang menjadi sumber lahirnya tingkahlaku itu, yaitu
jiwanya.
Membentuk karakter bukanlah berasal dari
kekuatan, kehendak atau kepintaran kita. Kemampuan ini semata-mata hanya datang
dari Roh Kudus. Hal yang harus kita lakukan untuk membentuk karakter adalah:
·
Memercayakan diri
sepenuhnya hanya pada pimpinan Roh Kudus
·
Menjadikan Kristus
sebagai satu-satunya pribadi yang harus diteladani
·
Menyadari kelemahan
diri
Pemaparan di atas memang kurang lengkap
dalam menjelakan karakter manusia, namun tentang karakter seseorang, kita hanya
dapat menilai apakah orang itu memiliki karakter kuat atau lemah. Apakah ia
lebih terdominasi pada kondisi-kondisi yang telah ada dari sononya atau ia
menjadi tuan atas kondisi natural yang telah ia terima. Apakah given itu
lebih kuat dari willed. Orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka
yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja
dari sononya. Sedangkan orang yang memiliki karakter lemah adalah orang yang
tunduk pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat
menguasainya. Maka, Orang yang berkarakter adalah seperti seorang yangmembangun dan merancang
masa depan sendiri. Ia tidak mau dikuasai oleh kondisi kodratinya yang
menghambat pertumbuhan. Sebaliknya ia menguasai, mengembangkannya memperoleh
hidup yang berarti.
Sebagai umat ketebusan, kita
dituntut untuk memiliki karakter seperti Kristus. Tetapi, hal itu sulit
dijangkau oleh karena keterbatasan sebagai manusia. Sebenarnya itu bukanlah
alasan yang tepat, sebab kalau kita akui; kita diciptakan oleh Allah dengan
sempurna, dilengkapi dengan akal budi, pertimbangan yang bijak. Firman Tuhan
berkata dalam Yes. 59:2 “Tetapi
yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan
yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak
mendengar, ialah segala dosamu”.Jelaslah bahwa dosa kitalah yang menjauhkan kita dari Tuhan, dan jika kita
telah jauh dari Tuhan maka kita dekat dengan dunia. Pergaulan kita dengan dunia
menjadikan kehilangan karakter. Maka, satu-satunya jalan untuk
mendapatkankembali karakter itu adalah kembali kepada Tuhan. Dengan pertolongan
Roh Kudus dan dengan kerinduan yang dalam untuk mengubah hidup, maka percayalah
karakter duniawi kita akan diubahakan, dan secara progresif akan disempurnakan
menuju karakter seperti Kristus.
Hanya orang
yang berkarakter yang mampu membuat hidupnya menjadi berarti, karena menyadari
betapa pentingnya karakter dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan dalam
kehidupan kita dan menegaskan jati diri. Rimangi kembali kata-kata bijak
berikut:
“When wealth is
lost, a nothing is lost. When health is lost, something is lost.
But, when
characteris lost, all is lost.”